Rabu, 24 Februari 2010

aku. ya ! ini aku . . .

Aku berdiri sebagai aku. Bersifat layaknya aku.
Aku tidak seperti dirimu. Tidak seperti dirinya. Juga tidak seperti yang lainnya.
Aku berfikir rumit. Bersikap tak dapat diduga.
Kukatakan apa yang kurasakan. Kusembunyikan ketakutan akan perasaanku.
Kadangkala diriku pongah dan susah terjamah tetapi lebih sering ramah dan mudah disapa.
Aku menganggap diriku seorang ekstovert tapi yang lainnya lebih menganggap diriku sebagai introvert. Dan aku tak peduli .
Bagaimanapun diriku.
Karena dirimu, dirinya dan yang lainnya pasti akan menyukaiku.
Kujamin itu !!

Aku mudah mengenalimu. Aku mudah mengenalinya. Dan aku pandai mengenali semuanya. Tapi jangan berharap banyak aku akan mengingatmu selamanya. Karena aku tak pandai dalam hal itu. Jadi, jika kalian tak punya situasi unik yang dapat dijadikan kenangan indah bersamaku. Jangan berharap aku akan mengingatmu. Karena memori di otakku tak cukup kuat nampaknya.

Aku mudah melupakan sesuatu. Kuanggap sebagai kebiasaan buruk yang telah mendarah daging dalam tubuhku. Aku tak akan mengingat hal-hal yang tak terikat dengan apapun. Seperti berita tak penting atau gosip murahan. Tapi seringkali hal yang kulupakan membuat diriku rugi setengah mati. Lalu orang-orang di sekitarku hanya akan menggeleng-geleng prihatin.

Aku mudah tertawa. Tapi tak mudah menangis. Sejujurnya aku benci menangis. Aku tak suka menangis. Hanya hal-hal yang membuatku hancur remuk redam luar dalam yang akan membuatku mengeluarkan lelehan air mata itu.

Dan aku tak mudah ditentang. Tapi merasa bahagia bila menentang. Aku suka menjadi beda dan tak biasa. Aku bisa bersikap manis, beribu-ribu kali lebih manis jika kalian bersikap manis terhadapku. Tapi aku juga bisa bersikap jahat, beribu-ribu kali lebih jahat apabila kalian bersikap jahat terhadapku.

Hari ini dan seterusnya aku hanya akan menjadi aku. Seorang perempuan sederhana yang selalu berusaha bahagia selama mata terbuka. Aku akan berubah dewasa tanpa perantara. Tapi saat ini aku butuh perantara. Aku butuh seseorang dan beberapa orang yang bisa memanggilku apabila aku berada dalam arah yang salah. Dan mengatakan diriku seharusnya ada dalam arah yang ini. Atau yang itu. Dan bukan yang lainnya.

Aku menyukai musim hujan seperti saat-saat ini. Lalu meletakkan diriku di dalam selimut tebal dan pergi ke dunia khayalan. Namun ketika titik-titik hujan itu menyentuh kepalaku. Aku akan jatuh. Langsung terjatuh dan sakit. Tubuhku tak sanggup terkena hujan. Tubuhku terlalu manja. Tak ada yang mengira aku akan mudah sakit. Tapi diriku memang cepat lelah dan terjatuh sakit. Tapi kalian salah besar jika menganggap tekadku juga mudah lelah lalu sakit. Tekadku bahkan lebih kuat dibandingkan dengan tubuhku sendiri.

Aku pendengar yang baik. Pengkritik yang handal. Lalu penerima saran yang profesional. Akan kutampung semua saran dan kuputuskan apa yang menurutku baik sesuai dengan logika dan hatiku. Setelah kuputuskan tidak. Aku akan tetap berkata tidak, disaat orang-orang merayuku untuk mengeluarkan iya. Dan apabila aku berkata iya. Bersyukurlah. Karena tak akan kukeluarkan iya untuk kedua kalinya. Aku berpendirian teguh, keras kepala dan sangat egois. Mungkin juga tidak mudah terkontaminasi. Aku teratur. Walau sangat susah di atur.

Aku menyangkal yang seharusnya tidak disangkal. Dan setuju bahwa diriku telah berada di ambang batas jika berada dalam situasi ini. Terkadang aku tak seperti aku. Aku menjadi orang lain yang tak mempunyai rasa apabila diriku penuh dengan emosi dan amarah. Tapi aku tetap berfikir jernih. Kucoba dengan seluruh usaha agar pemikiran positif itu tetap terjaga dalam benakku. Sekalut apapun diriku. Sebesar apapun amarahku . Tapi seringkali fikiran positif itu datang tak disiplin dan muncul setelah kuhancurkan apapun yang berada dalam jangkauanku. Orang-orang terdekatku hanya akan menatap sinis dan bergumam menyebalkan apabila aku bertindak seperti ini. Karena kebanyakan, mereka tak meyukaiku apabila penuh dengan amarah. Aku bisa menjadi singa tak terkandang. Atau buaya pengincar mangsa lengkap dengan mata besarnya.

Yaaaaa . . . . walaupun mataku sendiri tak sebesar matanya. Untuk melotot saja diriku tak sanggup. Karena ukuran mataku memang hanya sebesar ini.

Aku asli Indonesia. I’m truly Indonesian. Lebih tepatnya benar-benar asli berdarah Jawa. Jawa Tengah. Yang melahirkan aku menjamin bahwa aku originally Javanese. Tapi entah mengapa banyak yang menganggapku mempunyai darah sunda bahkan keturunan Tiong Hoa. Mungkin dari kulitku yang bersih atau dari ukuran mata yang tak dapat melotot ini tolak ukurnya. Diriku sendiri menganggap aku berfondasi Indonesia dan berperilaku selayaknya perempuan-perempuan Jawa. Mungkin. Tapi jelas, aku bukan keturunan Tiong Hoa.

Aku hidup dalam kehidupan yang menyenangkan. Berada dalam keluarga sederhana bersahaja dengan kekolotan yang masih meraja. Yang melahirkan aku hanya akan tersenyum ketika diriku menyambut sebuah rasa bernama cinta. Tapi pendamping yang melahirkan aku akan langsung berteriak dan berkata aku hanya akan melupakan masa depanku. Tak ada yang bisa disalahkan. Aku tahu persis semuanya mengharapkan yang terbaik bagiku. Tak ada yang bisa kulakukan juga. Selain meyakinkan diriku dan dirinya bahwa masa depanku akan baik-baik saja. Mudah-mudahan akan baik-baik saja ketika kutemukan pilihanku. Lalu kudapatkan kurcaci-kurcaci penawar bosan disini . Dalam situasi ini. Menggerakanku untuk tersenyum dan tertawa walau dunia memang benar-benar sangat-sangat tak seindah surga.

Aku hidup dan besar di sebuah rumah sederhana. Masuk gang kecil dan mejorok ke dalam. Tapi banyak kehidupan yang kutemukan disana. Perkara tetangga-tetangga yang membuat banyak orang geleng-geleng kepala hingga bertolak pinggang.

Aku seorang Jawa, begitupun dengan kebanyakan mereka. Aku dan mereka satu kebudayaan tapi berbeda problematika. Tak begitu menyenangkan berada dalam perkara orang lain. Aku justru sangat-sangat tidak menyukainya.

Bermula dari tetangga yang hobi gosip sampai ketua RT yang teramat bijaksana hingga tak ada satupun warga yang mampu mendengar pidatonya dari awal sampai akhir. Dengan tidak menggerutu.

Aku berjiwa sosial tapi tidak terlalu tertarik bersosialisasi. Tapi itu dulu, hari ini, esok dan keesokan harinya kucoba untuk peduli dan bersosialisasi lebih baik dari kemarin.

Mungkin dengan begitu aku akan tetap menjadi aku. Tanpa kehilangan indetitasku.

Tidak ada komentar: